TPID se-Kalsel Berkumpul Bahas Strategi Hadapi Inflasi Jelang dan Pasca Nataru
2 min readBANJARMASIN – Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Kalimantan Selatan (Kalsel) melaksanakan High Level Meeting (HLM) dalam rangka menyusun strategi menghadapi inflasi Natal dan Tahun Baru, Jumat (15/12).
Rapat yang dipimpin langsung oleh Sekda Kalsel, Roy Rizali Anwar itu, digelar di Ruang Rapat Sasangga Banua Kantor Gubernur, Banjarmasin.
Roy menjelaskan dalam rapat tersebut, disusun berbagai rencana dalam menghadapi inflasi menjelang dan pasca Nataru. Apalagi, awal tahun 2024 masyakarat dihadapkan dengan Ramadhan dan Idul Fitri, yang mana permintaan pasar meningkat pada masa itu.
Selain itu, juga dilakukan pemetaan kebutuhan pokok yang selalu mengalami inflasi pada bulan-bulan tertentu selama lima tahun terakhir.
“Misalkan cabai inflasi bulan Januari, berarti kita harus menanam tiga bulan sebelumnya. Kita galakan gerakan menanam cabai, kita gerakan masyarakat termasuk ASN, TNI dan Polri untuk melakukan penanaman,” jelasnya.
Roy mengungkapkan, saat ini ada beberapa kebutuhan pokok yang mengalami inflasi di sebagian besar wilayah Kalsel yakni cabai merah, daging ayam dan telur ayam ras.
“Untuk mengantisipasi, kita bekerjasama dengan Bulog. Ada operasi pasar juga yang akan dilakukan dalam beberapa hari kedepan,” ungkapnya.
Guna lebih memaksimalkan pengendalian inflasi, Roy menyebut telah meminta pemkab/pemko untuk melibatkan perusahaan-perusahaan agar turut serta dalam pengendalian inflasi.
“Kita harus cari solusi dan inovasi dengan melibatkan semua pihak, agar angka inflasi tetap terjaga,” pungkas Roy.
Diketahui, Kabupaten Kotabaru menjadi wilayah tertinggi inflasi di Kalsel sejak beberapa pekan terakhir. Hal itu ditengarai akibat biaya distribusi yang terlalu tinggi.
Menurut Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Kalsel, Bimo Epyanto, inflasi di Kotabaru bisa diminimalisir melalui peningkatan volume distribusi dan peningkatan kualitas jalan menuju ke sana.
“Bahkan bisa juga melalui kerjasama antar daerah (KAD). Misal ke Sulawesi Selatan, biaya distribusi mungkin bisa lebih murah. Tetapi sayangnya mereka terhambat oleh belum adanya aturan turunan berupa Perbup,” terang Bimo. (SYA/NRH/RH)