Pemprov Kalsel Fasilitasi Masyarakat Dayak Dalam Diskusi Pengelolaan Lahan
2 min readBANJARBARU – Pemerintah Provinsi Kalsel memfasilitasi ruang diskusi publik bersama Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) soal perlindungan dan pengelolaan lahan pertanian dengan cara dibakar berdasarkan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional di Kalsel.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalsel, Ariadi Noor, menyampaikan, dibukanya diskusi itu tentu diharapkan secara tak langsung mampu menumbuhkan solusi tepat ditengah permasalahan yang dialami masyarakat adat. Terlebih, soal isu pembakaran hutan dan lahan (karhutla).
“Ini bagus sekali dilaksanakan, kita selaku dari Pemprov dan Gubernur menyambut baik adanya dialog tersebut. Berkenaan bagaimana solusi terbaik antara petani pengelola lahan yang diprakarsai oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalsel yang membawa delapan kabupaten,” ujarnya, usai mengikuti diskusi publik perlindungan dan pengelolaan lahan pertanian dengan cara dibakar berdasarkan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional, di aula kantor Bappeda Provinsi Kalsel, Kamis (7/9) siang.
Ia berharap, dengan hadirnya sejumlah undangan baik pemerintah daerah (pemda), Polri dan TNI sekiranya dapat benar-benar mendapatkan kesepakatan untuk menanggulangi permasalahan yang ada termasuk mengantisipasi karhutla.
“Kita sedang menghadapi dua situasi cukup rumit ya. Satu sisi kita berhadapan dengan kondisi alam ekstrim yang mana lingkungan dengan kemarau panjang. Disisi lain, ada masyarakat yang ingin bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satu kegiatan mereka dengan cara membakar lahan. Nah, ini kami fasilitasi dan berdiskusi agar mendapat solusi terbaik,” tuturnya.
Sementara itu, Kabid Perlindungan, Sumber Daya Alam dan Ekosistem Dinas Kehutanan Kalsel, Pantja Satata, turut menjunjung tinggi adanya kearifan lokal dari masyarakat adat termasuk kelestarian alamnya. Melalui Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tentu mengakomodir hal itu.
“Nah, ini bisa menjadi solusi. Tinggal pelaksanan di lapangan saja lagi, hingga bagaimana pengawasannya apabila tidak maka juga berdampak buruk,” ungkapnya.
Namun demikian, ia mengatakan, apabila dilakukan secara benar dipastikan tak mudah menjalar kemana pun. Apalagi, kondisi geografis pegunungan Meratus adalah mineral. Artinya, mudah padam berbeda halnya dengan dataran rendah seperti lahan gambut.
“Yang penting adalah pengawasannya. Bahkan, sudah ada produk undang-undangnya dari pusat yang mengatur itu,” papar Panjta.
Dilokasi yang sama, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalsel, Rubi, menyampaikan, dengan adanya diskusi ini setidaknya masyarakat adat yang berkenan hadir dari delapan kabupaten di Kalimantan Selatan mengerti dan teredukasi. Sehingga, tak ada lagi pandangan negatif bagaimana cara membakar lahan yang aman.
“Apa yang menjadi keinginan masyarakat adat dayak tentang peraturan yang jelas dalam hal berladang. Mungkin apakah nanti sifatnya Perda, SK bersama atau Perkada itu lah yang menjadi keinginan masyarakat. Kalau kita ketahui berladang itu sudah turun temurun sejak nenek moyang bahkan sebelum merdeka pun ada kegiatan ini,” pungkasnya. (RHS/RDM/RH)