Meski Kinerja APBD Membaik, Pemda di Kalsel Diingatkan Soal Realisasi Belanja
2 min readBANJARMASIN – Kakanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Selatan, kembali menggelar Publikasi ALCo Regional Kalimantan Selatan untuk realisasi hingga Oktober 2024, pada Selasa (26/11) di kantornya kawasan jalan D.I Panjaitan Banjarmasin. Pertemuan rutin bulanan ini, dipimpin Kakanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi, Syafriadi, dan dihadiri perwakilan Kementrian Keuangan Kalsel, Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Kalsel, Kepala OJK Kalsel, serta instansi vertikal di Kalsel dan perwakilan dari Pemerintah Provinsi Kalsel
Dalam paparannya saat pertemuan, Syafriadi menyampaikan bahwa kinerja APBD Regional Kalimantan Selatan hingga akhir Oktober 2024, mencapai Rp35,38 triliun atau sekitar 82,43 persen dari target pendapatan daerah. Angka ini meningkat sebesar 20,04 persen dibanding tahun lalu.
“Pajak Daerah terealisasi 4,48 triliun rupiah atau meningkat 10,23 persen dari tahun lalu dan Retribusi daerah sebesar 0,74 triliun meningkat 555,80 persen dibanding tahun lalu,” ujarnya.
Menurut Syafriadi, retribusi daerah mengalami peningkatan signifikan hingga sebesar 555 persen lebih, disebabkan meningkatnya retribusi jasa layanan umum dari pendapatan BLUD.
Di sisi lain, peningkatan pajak daerah sebesar 10,23 persen disumbang dari kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan.
“Komponen pendapatan yang mendominasi struktur Pendapatan Daerah se-Kalimantan Selatan adalah Pendapatan Transfer sebesar Rp28,82 triliun, dengan kontribusi 82,47 persen terhadap total pendapatan daerah,” tambahnya.
Syafriadi mengatakan, dari sisi Belanja Daerah, realisasi belanja telah mencapai Rp28,32 triliun (56,99 persen) tumbuh 29,86 persen. Belanja pegawai telah terealisasi sebesar Rp8,35 triliun. Untuk Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp7,73 triliun, belanja modal telah terealisasi sebesar Rp6,09 triliun.
“Semua jenis belanja mengalami peningkatan dibanding tahun 2023 kecuali Belanja Tidak Terduga yang terkontraksi 61,63 persen (yoy),” timpalnya.
Mesk rata – rata kinerja APBD di Kalsel mengalami peningkatan, namun Syafriadi menyayangkan, bahwa Belanja Daerah yang bersumber dari APBD, masih memiliki kecenderungan setiap tahunnya terealisasi paling besar, atau menumpuk di akhir tahun anggaran. Sehingga belum optimal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
“Pada Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Belanja Modal merupakan jenis belanja yang paling tinggi persentase realisasinya di triwulan IV yakni sampai dengan Oktober sebesar 63,55 persen,” tambahnya.
Berdasarkan penelitian terdahulu, pergerseran belanja modal sebesar Rp1 triliun dari akhir triwulan IV ke pertengahan triwulan III akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi 0,05 persen di triwulan III.
Penyebab utama keterlambatan realisasi belanja APBD adalah terlambatnya proses pengadaan barang dan jasa sehingga realisasi belanja daerah mundur ke akhir tahun anggaran.
Beberapa penyebab keterlambatan realisasi belanja daerah selain keterlambatan lelang adalah perencanaan DED (Detail Enginering Design) yang terlambat, penetapan Pejabat Pengelola Keuangan dan Pejabat Pengadaan Barang/Jasa yang juga terlambat dan keterlambatan petunjuk teknis Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dari Kementerian/Lembaga Negara terkait.
Solusi atau rekomendasi dalam rangka akselerasi belanja APBD yang dapat diberikan, menurut Syafriadi, yaitu pengadaan atau lelang pekerjaan barang/jasa secara dini, percepatan DED, penetapan pejabat pengelola kegiatan dan pengadaan lebih awal dan percepatan penerbitan juknis DAK Fisi. (RIW/RDM/RH)