Kondisi Hutan Mangrove di Pulau Laut Sigam Mengkhawatirkan, Yani Helmi Desak Pemerintah
2 min readKOTABARU – Hutan mangrove di perairan Pulau Laut Sigam, Kotabaru, Kalsel, diakui kondisinya kini cukup mengkhawatirkan. Tak hanya jadi habitat flora dan fauna, kawasan tersebut dipercaya mampu menahan kikisan air laut ke pesisir.
Hal ini diketahui, saat melaksanakan Sosialisasi Perundang-undangan (Sosper) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Daerah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Kantor Desa Sarang Tiung, Pulau Laut Sigam, Kotabaru, Jumat (14/1) sore.
Anggota DPRD Kalsel, Muhammad Yani Helmi, mengatakan, persoalan ini tak bisa dianggap remeh. Ia meminta agar pemerintah bisa memperhatikan sejumlah wilayah termasuk daerah kepulauan seperti Kotabaru.
“Hutan mangrove sekarang ini sudah mulai sulit didapatkan termasuk batangnya yang besar-besar untuk dijadikan bagang (tempat mencari ikan di laut) bahkan sudah berkurang tentu menjadi persoalan,” ujarnya.
Melalui dasar hukum dari perda yang disahkan itu, anggota dewan sering akrab disapa paman Yani pun menegaskan, agar permasalahan terkait program rehabilitasi hutan mangrove sepenuhnya dapat ditindaklanjuti segera.
“Ini juga sudah menjadi klasik, saya menginginkan agar pemerintah pusat bersinergi dengan Pemda di provinsi maupun kabupaten bisa menjawab persoalan tersebut,” cetusnya.
Orang yang membidangi ekonomi dan keuangan di DPRD Kalsel itu juga menyoroti agar permasalahan pelik di sejumlah wilayah yang ada di daerah pesisir Kalimantan Selatan dapat segera diselesaikan.
“Kalau dikerjakan oleh saya selaku anggota DPRD dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel tak bisa juga karena hal ini diatur oleh Kementerian, tentu tugas kami adalah bagaimana caranya mengkomunikasikan kepada mereka dengan baik. Saya tegaskan sekali lagi, adanya sinerginitas antara pusat dan daerah untuk warga pesisir,” papar Wakil Ketua Fraksi Golkar di DPRD Kalimantan Selatan.
Sementara itu, Kabid Pengelolaan Ruang Laut Dislautkan Kalsel, Ariadi Noor, menyampaikan, selain memaksimalkan APBD diharapkan perencanaan rehabilitasi juga dianggarkan melaui CRS.
“Ini ke depan dapat lebih memperkuat lagi hubungan atau kesinambungan kelestarian alam kelautan tadi secara ekonomi jalan, sosial liquitynya didapatkan dan ekologi proteksinya juga kita jaga,” terangnya.
Kendati bakal dianggarkan melalui APBD, akui Ariadi, dana ini masih terlalu kecil untuk melaksanakan program rehabilitasi hutan mangrove. Yang mana, alokasi anggaran lain pun juga sangat dibutuhkan.
“APBN pun juga harus ada dianggarkan, supaya realisasi rehabilitasi hutan mangrove ini juga maksimal,” ucapnya yang kini juga masih menjabat sebagai Plt Kabid Perikanan Tangkap.
Ditempat yang sama, Kades Sarang Tiung, Muhammad Yohanies, menuturkan, peraturan daerah (perda) yang disampaikan oleh DPRD dan Dislautkan Kalsel diakui cukup memberikan angin segar bagi warga desa pesisir dalam melaksanakan kegiatan tangkap ikan.
“Semoga apa yang kami sampaikan tadi mohon bisa direalisasikan dan DPRD Kalsel beserta instansi terkait bisa menyampaikan hal tersebut ke pemerintah pusat agar ekosistem laut bisa tetap terjaga sehingga usaha kami pun juga tetap berjalan secara berkelanjutan,” paparnya. (RHS/RDM/RH)