Buntut Molornya Proyek Jalan Liang Anggang – Bati-Bati, BPKP Kalsel Minta Mitigasi Risiko Kerugian Negara Rp74,6 M
2 min readBanjarbaru – Keterlambatan penyelesaian Proyek Jalan Liang Anggang – Bati-Bati tahun 2021, telah berdampak kepada masyarakat pengguna jalan di lokasi proyek, dan menjadi keluhan masyarakat serta perhatian langsung petinggi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Proyek tersebut dikendalikan oleh Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Wilayah XI Kalimantan Selatan, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Proyek terdiri dari 2 paket kontrak, yaitu Rehabilitasi Sp. Liang Anggang-Bts. Kota Pelaihari (Seksi 1) sepanjang 3,5 kilometer senilai Rp41,7 milyar, dan Rehabilitasi Sp. Liang Anggang-Batas Kota Pelaihari (Seksi 2), sepanjang 2,7 kilometer senilai Rp32,9 milyar atau total Rp74,6 milyar.
Proyek tersebut secara umum adalah untuk meninggikan level jalan, dengan konstruksi pekerjaan Lapir Pondasi Aggregate Klas A setinggi 35 cm (bervariasi) dan lapisan aspal, yang meliputi AC-Base 8 cm, AC-BC 6 cm, dan AC-WC 4 cm.
“Kedua kontrak proyek tersebut adalah kontrak tahun tunggal. Karenanya, harus tuntas diselesaikan dalam Tahun 2021 ini, yaitu 31 Desember 2021”, kata Kepala BPKP Kalsel Rudy Mahani Harahap.
Bergerak cepat menyikapi hambatan pembangunan tersebut, Kepala BPKP Kalsel, pada 22 Desember 2021, telah mengundang langsung Kepala BPJN Kalimantan Selatan, Syauqi Kamal, ke kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan di Banjarbaru.
“Undangan ini untuk mencari solusi terbaik untuk menghindari kerugian keuangan negara dan juga untuk kepentingan masyarakat,” tegas Rudy.
Ia meminta kedua proyek tersebut segera diselesaikan sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat.
“Atas penyelesaian yang lebih lambat dari jadwal, harus diambil langkah segera dan taktis sesuai dengan ketentuan yang berlaku”, tambahnya.
Secara teknis, langkah terbaik adalah memaksa kontraktor untuk menyelesaikan pekerjaan, mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.05/2021 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang Tidak Terselesaikan sampai dengan Akhir Tahun Anggaran 2021 dan Akan Dilanjutkan pada Tahun Anggaran 2022.
“Kontraktor harus menyelesaikan pekerjaan maksimal 90 hari kalender terhitung sejak akhir masa kontrak 31 Desember 2021”, papar Rudy.
Kepala BPJN Kalimantan Selatan juga diingatkan melakukan mitigasi risiko untuk menghindari kerugian keuangan negara. Pertama, melakukan investigasi bahwa kontraktor memiliki kemampuan finansial dan sanggup menyelesaikan pekerjaan.
Kedua, tidak memperpanjang masa kontrak, cukup mengenakan denda keterlambatan terhitung sejak 31 Desember 2021.
Ketiga, meminta perpanjangan Jaminan Pelaksanaan hingga jadwal penyelesaian baru.
Keempat, meminta Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran.
Selain itu, addendum kontrak harus dibuat dengan syarat: (a) mencantumkan jangka waktu pemberian kesempatan penyelesaian sisa pekerjaan, (b) pengenaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan, (c) perpanjangan jaminan pelaksanaan, (d) tidak menambah volume dan nilai kontrak pekerjaan, dan (e) tidak menambah jangka waktu/masa pelaksanaan pekerjaan.
“Addendum kontrak tersebut harus dibuat sebelum masa kontrak berakhir,” kata Rudy.
Khusus untuk Jaminan Pelaksanaan dan Jaminan Pembayaran Akhir Tahun Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada BPJN Kalimantan Selatan harus konfirmasi ke Bank penerbit bahwa Jaminan adalah asli dan bukan palsu.
“Jika terjadi total loss, karena kontraktor tetap membandel setelah diberi kesempatan, Kepala BPJN Kalimantan Selatan harus menyiapkan langkah-langkah strategis menghindari kerugian keuangan negara, termasuk langkah hukumnya,” tutup Rudy M. Harahap. (HumasBPKPKalsel-RIW/APR)