Pemprov Kalsel Raih WTP ke 10 Kali, BPK Sampaikan Catatan Ini
2 min read
Suasana Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kalsel
BANJARMASIN – Penghargaan ke 10 kali berturut-turut Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) berhasil dipertahankan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kalsel).

Penghargaan ke-10 predikat Opini WTP itu diterima langsung Gubernur Kalsel, Sahbirin Noor dari Anggota VI BPK RI, Pius Lustrilanang dalam Rapat Paripurna Istimewa DRPD Kalsel yang dipimpin oleh Ketua DPRD Kalsel, Supian HK, Selasa (16/5).
Dalam sambutannya, Anggota VI BPK RI, Pius Lustrilanang menyampaikan berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kalsel Tahun 2022 termasuk implementasi atas rencana aksi yang telah dilaksanakan oleh Pemprov Kalsel maka BPK memberikan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

“Dengan demikian, Pemprov Kalsel telah berhasil mempertahankan opini wajar tanpa pengecualian yang ke-10 kalinya sejak tahun 2019,” katanya.
Pius menjelaskan seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota di Kalsel, pada tahun 2023 ini, juga kembali mempertahankan opini WTP. Prestasi ini akan menjadi momentum untuk lebih mendorong terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah sehingga akan menjadi kebanggaan bersama yang patut dipertahankan.
Namun demikian, tanpa mengurangi keberhasilan yang telah dicapai oleh Pemprov Kalsel, lanjut Pius, BPK masih mencatat sejumlah permasalahan terkait pengelolaan keuangan daerah. Meskipun demikian dampak permasalahan tersebut tidak material dan tidak mempengaruhi kewajaran atas penyajian laporan keuangan.
Adapun permasalahan-permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti antara lain adalah retribusi sewa alsintan terlambat disetor dan kurang diterima serta lemahnya pengendalian intern atas pengelolaan dan pemungutan retribusi sewa alat dan mesin pertanian. Lalu kurang volume atas pelaksanaan pekerjaan belanja modal dan belanja pemeliharaan dan kelebihan biaya mobilisasi dan penggunaan ekskavator milik pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan atas realisasi belanja sewa excavator.
“Seluruh temuan ini kami telah muat dalam buku 2 LHP atau sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam laporan tersebut membuat permasalahan kekurangan penerimaan serta kelebihan pembayaran yang harus dikembalikan ke kas daerah sebesar Rp11,56 miliar dan telah dilakukan penyetoran ke kas daerah sampai dengan 28 April 2023 sebesar Rp7,1 miliar,” ungkapnya.
Pius menegaskan hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan yang merespon secara cepat temuan BPK RI. Meskipun demikian tetap dibutuhkan perbaikan tata kelola dan pengawasan dalam pengelolaan keuangan pada pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.
Pada kesempatan ini, tambah Pius, BPK menyampaikan pula hasil pemeriksaan daerah LKPD Tahun 2002 guna memberikan dorongan bagi Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di daerah untuk lebih meningkatkan fungsi pembinaannya kepada pemerintah kabupaten/kota.
“Dan bagi DPRD untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah sehingga akan berdampak pada pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah yang lebih tertib, transparan dan akuntabel,” tuturnya.
BPK RI juga berharap tahun 2023 ini, Pemprov Kalsel dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan lebih menekan tingkat pengangguran. Salah satunya harus juga digarisbawahi pencapaian opini wajar tanpa kecualian pun akan sia-sia jika kesejahteraan rakyat di Provinsi Kalimantan Selatan belum tercapai. (NRH/RDM/RH)