BPKP Kalsel Ingatkan, Perjalanan Dinas Harus Sesuai Aturan
2 min readBANJARMASIN – Bendahara Pengeluaran, dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/kekayaan daerah, wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Hal itu ditegaskan Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan, Rudy Mahani Harahap, ketika menjadi salah satu narasumber workshop bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Barito Kuala disalah satu hotel berbintang di Banjarmasin, Senin (30/5).
Rudy menegaskan, dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan harus menerapkan prinsip selektif, ketersediaan anggaran dan kesesuaian dengan pencapaian kinerja SKPD, efisiensi penggunaan belanja daerah, serta akuntabilitas pemberian perintah pelaksanaan perjalanan dinas dan pembebanan perjalanan dinas.
“Komponen biaya perjalanan dinas untuk pimpinan dan anggota DPRD, diatur menggunakan metode pembayaran lumpsum untuk uang harian dan uang representative serta sesuai biaya riil (at cost) untuk transportasi dan penginapan,” ujarnya.
Dalam paparannya, Rudy menjelaskan, bahwa sistem lumpsum merupakan pembayaran untuk semua biaya, lumpsum uang harian terdiri dari uang saku, uang makan, dan transport lokal, sedangkan lumpsum uang representative merupakan pengganti biaya tips porter, tips pengemudi dan sebagainya.
“Sedangkan biaya riil (at cost) untuk transportasi dan penginapan dibayarkan sebesar nilai yang benar-benar diserahkan kepada penyedia jasa transportasi dan penginapan sesuai bukti yang diterima,” tambahnya.
Artinya, pelaku perjalanan dinas wajib menyampaikan semua kelengkapan pertanggungjawaban pelaksanaan perjalanan dinas yang lengkap dan sah.
“Surat Tugas, Surat Perjalanan Dinas (SPD), tiket pesawat, boarding pass, airport tax, retribusi, dan bukti pembayaran moda transportasi lainnya, daftar pengeluaran riil (jika bukti pengeluaran transportasi dan/atau penginapan/hotel tidak diperoleh), bukti pembayaran yang sah untuk sewa kendaraan dalam kota, serta bukti pembayaran hotel atau tempat menginap lainnya,” detail Rudy dalam paparannya.
Jika tidak menggunakan penginapan, maka dapat diberikan biaya penginapan 30 persen dari tarif hotel di kota tempat tujuan, sebagaimana diatur dalam Standar Harga Regional.
Kemudian, Bendahara Pengeluaran Sekretariat DPRD juga harus mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) melalui Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (PPK SKPD) untuk selanjutnya dilakukan penerbitan SPM kepada Bendahara Umum Daerah.
“Artinya, PA/KPA Sekretariat DPRD melalui PPK-SKPD dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) bertanggung jawab terhadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari penerbitan SPM,” tegasnya.
Rudy mengingatkan pihak-pihak yang melakukan pemalsuan dokumen, menaikkan dari harga sebenarnya (mark up), dan/atau perjalanan dinas rangkap (dua kali atau lebih) dalam pertanggungjawaban perjalanan dinas yang berakibat kerugian negara.
“Dalam melakukan audit, BPKP akan mencari dan mendapatkan seluruh bukti kemudian melakukan evaluasi dan analisis serta meminta konfimasi dan klarifikasi kepada pihak terkait untuk mendapatkan keterangan serta menyimpulkan adanya penyimpangan dan dugaan adanya kerugian keuangan negara,” ungkap Rudy.
Beberapa modus penyimpangan pelaksanaan perjalanan dinas yang sering ditemukan, berupa perjalanan dinas fiktif, pertanggungjawaban ganda, mark up biaya penginapan dan pengajuan biaya penginapan ganda berupa bukti penginapan/losmen dan pengajuan klaim biaya penginapan 30 persen dari tarif hotel. (BPKPKalsel-RIW/RDM/RH)