Proyek Penggantian Jembatan Macet, BPKP Kalsel Minta 2,4 M Dikembalikan
4 min readBANJARBARU – Setelah Proyek Jalan Liang Anggang – Bati-Bati dan Proyek Preservasi Jalan Kp. Asam-Asam – Batulicin, kembali penanganan proyek Kementerian PUPR dikeluhkan masyarakat Kalimantan Selatan.
Proyek penggantian jembatan di jalur trans Kalimantan poros selatan telah merepotkan masyarakat, karena tak kunjung selesai. Untuk melintasi jembatan, kendaraan roda empat dan roda dua harus bergantian. Hanya satu jalur yang bisa dilewati.
Proyek yang dikontrak adalah Penggantian Jembatan Sungai Kintap Kecil I Cs, direncanakan selesai tahun 2021 lalu, berdurasi 9 bulan sejak April 2021. Seharusnya, telah selesai di 24 Desember 2021. Ternyata, proyek ini harus diputus kontraknya di Desember 2021 lalu, dengan progres pekerjaan hanya 34,10 persen.
Kepala BPKP Kalsel, Rudy M. Harahap, memanggil Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Selatan, Syauqi Kamal, untuk menjelaskan permasalahan tersebut.
Di Kantor BPKP Kalsel, pihak BPJN Kalsel menerangkan, proyek bernilai Rp19.767.975.000 itu, memakai penyedia jasa PT Vasco Indo Persada, yang beralamat di Jakarta Timur, dan disupervisi oleh konsultan PT Tema Karya Mandiri. Proyek meliputi penggantian 5 jembatan. Pertama, Jembatan Sungai Kintap Kecil I, ruas jalan Kintap – Desa Sei. Cuka. Kedua, jembatan Sungai Vatikunyuk, ruas jalan Kintap – Desa Sei. Cuka. Ketiga, jembatan Sungai Bantaian, ruas jalan Sebamban – Pagatan. Keempat, jembatan Sungai Haji Keke, ruas jalan Pagatan – Batulicin. Kelima, jembatan Sungai Tanah Merah I, ruas jalan Pagatan – Batulicin.
Dalam pertemuan itu, pihak BPJN Kalsel menjelaskan, pemutusan kontrak harus dilakukan karena penyedia jasa buruk dalam manajemen pelaksanaan proyek dan tidak memiliki kemampuan keuangan yang memadai.
Buktinya, sejak April 2021, walaupun telah menerima uang muka 20 persen senilai Rp3.953.595.000 dari kontrak, progres pekerjaan sangat lambat.
Akhir April 1,64 persen, Mei 6,15 persen, Juni 6,54 persen, Juli 13,95 persen, Agustus 20,10 persen, September, 26,33 persen, Oktober 29,04 persen, November 33,30 persen, dan hingga Desember, saat putus kontrak 24 Desember 2021, hanya 34,10 persen.
Sesuai dengan ketentuan, bila deviasi progres kemajuan mencapai 10 persen, maka harus dilakukan show cause meeting (SCM) dan teguran. BPJN telah melakukan SCM dan tiga kali teguran, tapi PT Vasco Indo Persada tetap tidak menunjukkan itikad baik dan menyerah untuk menyelesaikan pekerjaan.
Pihak BPJN menerangkan, untuk progres pekerjaan 34,10 persen tersebut, Negara telah membayar kepada penyedia jasa Rp6.742.305.000 atau 33,89 persen dari nilai kontrak.
Langkah-langkah yang telah diambil pasca pemutusan kontrak adalah, BPJN Kalsel mencairkan jaminan pelaksanaan 5 persen dan telah diterima Kas Negara. Sementara itu, uang muka yang belum dikembalikan ke Negara saat ini Rp2.402.864.850, yang masih dalam proses penagihan. Terdapat jaminan uang muka Rp3.953.595.000, yang diterbitkan oleh Konsorsium Jaminan Surety Bond.
Saat pendalaman, hasil pantauan BPKP Kalsel, capaian proyek penggantian 5 jembatan menunjukkan masih jauh dari fungsional. Pertama, jembatan Sungai Kintap Kecil I, konstruksi box culvert, dari rencana lebar 12 meter, baru terealisasi 5,6 m, lalu lintas masih menggunakan setengah dari lebar jembatan lama.
Kedua, jembatan Sungai Vatikunyuk, konstruksi box culvert, rencana lebar 12 m, realisasi 12 m, hasilnya sudah dapat dilewati.
Ketiga, jembatan Sungai Bantaian, konstruksi girder beton, rencana lebar 13 m, realisasi baru tiang pancang, lalu lintas masih menggunakan jembatan lama. Keempat, Jembatan Sungai Haji Keke, konstruksi box culvert, dari rencana lebar 13 m, realisasi baru jembatan sementara. Kelima, Jembatan Sungai Tanah Merah, konstruksi box culvert, rencana lebar 18 m, realisasi 9,14 m, lalu lintas masih menggunakan jembatan lama.
BPKP Kalsel melihat, dari berbagai proyek yang bermasalah di Kalimantan Selatan, terdapat modus terkait harga penawaran kontraktor, yaitu kontraktor, saat lelang, hanya menawar di kisaran 80 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Padahal, ada biaya overhead yang harus ditanggung penyedia yang lokasinya tidak di Kalimantan Selatan.
“Mungkin ini sebagai upaya untuk memenangkan lelang, tetapi kurang memperhitungkan kemampuannya untuk melaksanakan proyek,” jelas Rudy.
Di sisi lain, BPKP Kalsel juga memerhatikan, prosedur evaluasi penawaran yang dilakukan oleh Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Konstruksi (BP2JK) Kalimantan Selatan kurang memadai. Ini untuk memperoleh keyakinan bahwa para penawar mampu melaksanakan proyek, terutama dilihat dari calon pemenang lelang, kompetensinya, kapabiltas sumber dayanya, dan kemampuan keuangannya.
Mencermati hal itu semua, kata Rudy, BPKP Kalsel menyarankan langkah strategis perubahan prosedur evaluasi penawaran. Dengan demikian, maksud dibentuknya BP2JK untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme pengadaan barang dan jasa dapat terwujud. Sebab, tujuan akhir berbagai proyek pemerintah adalah untuk menyejahterakan rakyat, bukan sebaliknya.
“Hal ini dapat terwujud, salah satunya, proyek dilaksanakan oleh kontraktor yang kompeten dan kapabel,” tegas Rudy.
Terkait risiko kerugian negara Rp2.402.864.850 dari uang muka yang masih tersisa, Rudy menegaskan, harus dilakukan pengawalan ketat penagihannya oleh BPJN Kalsel.
“Uang muka tersebut harus segera ditagih dan disetorkan ke Kas Negara. Jangan berakhir menjadi kerugian negara”, tegas Rudy.
BPJN Kalsel bertanggungjawab atas hal ini. Langkah litigasi hukum juga harus dipersiapkan, tegas Rudy yang telah hampir satu tahun bertugas di Kalimantan Selatan.
Dijelaskan olehnya, Kepala BPJN Kalsel juga harus memerbaiki aktivitas pengendalian proyek selama ini. Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang baik, termasuk di dalamnya Managemen Risiko, harus menjadi solusi untuk menghindari munculnya permasalahan serupa di kemudian hari.
‘Kepala BPJN Kalsel juga harus terlibat dalam penanganan jalur sungai dari Banjarmasin ke Banjarbaru yang di pinggir jalan penuh dengan sampah,” tutup Rudy. (BPKPKalsel-RIW/RDM/RH)