Webinar Literasi Digital Kabupaten Banjar; Cepat Tanggap Lawan Perundungan Digital
4 min readBANJAR – Kementerian Komunikasi dan Informatika mengadakan webinar bertema “Cepat Tanggap Lawan Perundungan Digital.” di Kabupaten Banjar, Kamis (14/10) pukul 14.00 WITA.
Acara dibuka Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Samuel Abrijani Pangerapan dan Bupati Banjar Saidi Mansyur, ini menampilkan sejumlah pembicara kompeten.
Dipandu oleh moderator Septi Diajeng, yang menghadirkan narasumber pertama Reza Nangin yang membahas tentang ‘Bijak di Kolom Komen’.
Reza Rangin Mengatakan, tips berbahasa agar tidak menyinggung seseorang di media sosial yaitu harus memahami konteksnya terlebih dahulu dan jangan sembarang mengomentari orang.
“Ketika seseorang posting sesuatu diliat dulu konteksnya, jadi kita tidak perlu asal mengingatkan jika ingin berkomentar memberikan saran usahakan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan jangan bersifat menyinggung,” ucapnya.
Tips dan saran dari Reza agar bijak bermedia sosial ialah, sebaiknya tentukan tujuan untuk bermedsos, dan mengatur jadwal sesuai kebutuhan agar tidak terlalu lama terjebak di medsos.
“Jadi apa yang kita lakukan adalah harus membuang sampah pada tempatnya, Jangan sampai kita jadikan media sosial orang menjadi tempat sampah kita, orangtua dijadikan tempat sampah apa lagi anak kita juga dijadikan sebagai tempat sampah kita itu yang jangan sampai terjadi,” tuturnya.
Narasumber kedua Dyan Nugraha dengan materi tentang ‘Cyberbullying atau Perundungan’.
Dyan mengatakan, bullying atau perundungan merupakan suatu perbuatan negatif yang dilakukan secara berulang, sengaja dan berkelanjutan dalam satu periode waktu dan mengakibatkan korban berada pada posisi yang terintimidasi.
“Lembaga independen ipsos pada tahun 2011 mengatakan bahwa 13 persen dari 43 juta warga Indonesia usia 16 sampai 64 pernah mengalami cyberbullying,” tuturnya.
Dyan menambahkan, menurut undang-undang nomor 35 tahun 2014, pelaku perundungan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda 72 juta rupiah.
“Lalu menurut UU no. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU ITE nomor 11 tahun 2008, pelaku perundungan secara cyber dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun atau denda maksimal 6 miliar rupiah,” ucapnya.
Selanjutnya narasumber ketiga Angel Meryci dengan materi tentang ‘Digital Ethics: Sudah Tahukah Kamu Dampak Penyebaran Berita Hoax’.
Angel mengatakan, kuatnya arus komunikasi dan informasi di era globalisasi semakin memudahkan masyarakat untuk memperoleh informasi melalui berbagai sarana, terutama internet.
“Hoax merupakan konten yang memuat informasi palsu dan disajikan sebagai berita nyata,” tuturnya.
Kata dia, menurut telematika Indonesia (MASTEL) 2017, saluran penyebaran hoax terbesar di Indonesia adalah melalui media sosial dan aplikasi chatting.
“Dampak berita hoax yaitu, menimbulkan perpecahan, menurunkan reputasi seseorang, tidak lagi percaya fakta, menimbulkan opini negatif, dan merugikan masyarakat,” ucapnya.
Adapun ciri-ciri berita hoax yakni:
1. Berita menimbulkan kecemasan, kebencian atau permusuhan antar satu sama lain.
2. Tidak ada sumber berita jelas yang dapat dipertanggungjawabkan atau klarifikasi.
3. Informasi bersifat menyerang, tidak netral dan berat sebelah.
4. Memiliki judul provokatif yang tidak sesuai dengan isi berita.
5. Memaksa untuk membagikan berita tersebut agar viral.
6. Menggunakan data dan foto fiktif agar berita yang ditulis dapat dipercaya.
7. Ditulis oleh media yang tidak kredibel.
Cara agar terhindar dari berita hoax yaitu,Tidak terpengaruh dengan judul berita yang provokatif, Upayakan membaca berita atau artikel dan menonton video sampai selesai, Kenali link berita yang diakses, Cek keaslian foto kejadian, dan Aktif berdiskusi dengan orang yang dipercayai.
“Ada baiknya ketika kita mendapat informasi disaring dulu sebelum sharing,” tuturnya.
Narasumber terakhir Denny Setiawan dengan materi yang tak kalah menarik tentang ‘cara sederhana menganalisa postingan yang benar; pahami secara utuh agar tidak gagal paham’.
Denny mengatakan, saat ini tiap orang sangat mudah mengakses internet, bahkan anak kecil pun sudah bisa berselancar di dunia maya.
Begitu pula di media sosial, siapa saja bisa melakukan aktivitas di Instagram, Facebook, Tik tok, YouTube, Twitter, mulai dari sekadar iseng, berinteraksi, curhat, serius, bahkan sampai melakukan penipuan.
“Karena pengguna media sosial tidak semuanya cerdas, namun tidak semuanya pula yang bodoh. Dengan istilah-istilah yang sederhana, tentu akan lebih mudah diserap dan dipahami para pengguna media sosial,” tuturnya.
Denny berujar, cukup dengan modal yang namanya Android dan kuota, mereka bisa melakukan posting apa saja pada laman media publik mereka sendiri.
“Saya membayangkan, ketika menjadi seorang reporter di sebuah media publik, baik di media televisi maupun media cetak, itu tidak gampang. Semua butuh seleksi reporter harus melewati masa training agar bisa menayangkan tulisan atau hasil rekaman video di lapangan,” ucapnya.
Kata dia, tiga setengah kalau foto-foto yang berdarah masih di sensor kalau di Facebook, tetapi yang lainnya tak satupun yang disensor. Jadi, ini adalah problem pertama yang harus diatasi pihak-pihak yang berwenang agar tidak semua konten wisata yang di laman-laman media sosial.
“Kalau berbicara undang-undang pers, kaidah jurnalistik, saya pastikan setiap hari ada ratusan pengguna media sosial yang masuk penjara karena menayangkan konten-konten yang melanggar kode etik jurnalis,” ucapnya.
1. Kroscek. Langkah inilah yang harus dilakukan setiap membaca, melihat atau menonton postingan yang muncul di medsos, berbagai postingan, bahkan setiap saat muncul di medsos.
2. Abaikan postingan yang tidak bermanfaat. Apabila menemukan sebuah postingan yang melanggar norma agama atau norma pemerintah, abaikan saja. Postingan itu sudah dipastikan tidak akan bermanfaat, justru akan merugikan.
3. Pahami secara utuh. Sebagian pengguna medsos sering hanya melihat judul pada tulisan, video pada gambar, sehingga ikut berkomentar pun jadi gagal paham.
4. Analisa secara rasional. Analisa setiap postingan secara rasional, Jangan terburu-buru percaya dengan informasi yang tidak masuk akal. (RILIS)